Hukum Melafadzkan Niat dalam Sholat

 

Hukum Melafadzkan Niat dalam Sholat: Tinjauan dari Al-Qur'an, Hadits Shahih, dan Ulama Salaf

Pendahuluan

Niat adalah salah satu syarat sahnya ibadah, termasuk sholat. Namun, masih banyak pertanyaan yang muncul di kalangan umat Islam: apakah niat sholat harus dilafadzkan dengan lisan atau cukup dalam hati saja? Artikel ini akan membahas hukum melafadzkan niat dalam sholat berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadits yang shahih, serta pendapat para sahabat dan ulama salaf.


Definisi Niat

Secara bahasa, niat (النية) berarti kehendak atau keinginan. Sedangkan secara istilah, niat adalah keinginan hati untuk melakukan suatu ibadah karena Allah semata.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata:

"Tempat niat adalah di hati. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini di antara para ulama."
(Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, 1/87)


Dalil dari Al-Qur’an

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus..."
(QS. Al-Bayyinah: 5)

Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah harus dilakukan dengan keikhlasan niat yang murni dari hati, bukan hanya sebatas ucapan lisan.


Dalil dari Hadits Shahih

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia niatkan."
(HR. Bukhari no. 1, Muslim no. 1907)

Hadits ini menunjukkan bahwa niat adalah perkara batin yang tempatnya di dalam hati, bukan pada lisan.


Apakah Rasulullah ﷺ Melafadzkan Niat Sholat?

Tidak ada satu pun hadits shahih maupun hasan yang menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ melafadzkan niat sholat sebelum takbiratul ihram. Begitu pula para sahabat Nabi tidak pernah mencontohkan hal ini.


Pendapat Para Sahabat dan Ulama Salaf

  1. Imam Asy-Syafi’i (yang sering diklaim membolehkan melafadzkan niat) sendiri berkata:

    "Niat itu di dalam hati dan bukan di lisan."
    (Al-Umm, 1/78)

  2. Imam Nawawi rahimahullah (ulama madzhab Syafi’i) berkata:

    "Tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat tidak disyaratkan dan bukan suatu keharusan dalam madzhab kami, namun itu hanya dianjurkan untuk membantu menghadirkan niat."
    (Al-Majmu’, 3/233)

  3. Ibnu Qudamah (ulama Hanbali) berkata:

    "Niat tidak disyaratkan untuk dilafadzkan. Jika seseorang melafadzkannya tetapi tidak menghadirkannya dalam hati, maka tidak sah."
    (Al-Mughni, 1/284)

  4. Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan:

    "Melafadzkan niat adalah bid’ah, karena Nabi dan para sahabat tidak melakukannya."
    (Majmu’ Al-Fatawa, 22/232)


Kesimpulan

  1. Niat adalah amalan hati, dan tempatnya adalah di dalam hati, bukan di lisan.

  2. Tidak ada satu pun dalil shahih dari Nabi ﷺ atau para sahabat yang menunjukkan bahwa niat harus atau disunnahkan untuk dilafadzkan.

  3. Melafadzkan niat tidak termasuk bagian dari ajaran Nabi ﷺ dan para salaf, bahkan sebagian ulama menyatakan melafadzkan niat adalah bid’ah.


Penutup

Umat Islam hendaknya memahami bahwa niat adalah perkara hati yang tidak perlu dilafadzkan. Mencontoh Rasulullah ﷺ dalam tata cara ibadah adalah jalan terbaik untuk memastikan ibadah kita diterima oleh Allah Ta’ala. Semoga artikel ini memberi pencerahan dan membebaskan kita dari kekeliruan dalam beribadah.


Referensi:

  • Al-Qur’an Surat Al-Bayyinah: 5

  • Shahih Bukhari dan Muslim

  • Al-Umm karya Imam Syafi’i

  • Al-Majmu’ karya Imam Nawawi

  • Al-Mughni karya Ibnu Qudamah

  • Majmu’ Al-Fatawa oleh Ibnu Taimiyah

  • Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzikir Pagi Petang dan Sesudah Shalat Fardhu - Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Rebo Wekasan?

Puasa Ayyamul Bidh (13,14,15 Hijriyah)